Poliester adalah suatu polimer (sebuah rantai dari unit yang
berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah
sambungan ester. Sebagai
suatu poliester sintetis, bahan utama yang digunakan adalah polyethylene
terephthalate (PET), yang di buat dari asam terephthalic
dan ethilene glycol (EG). Serat poliester yang bersifat hidrofobik
umumnya dicelup dengan zat warna dispersi. Zat warna dispersi adalah zat warna
organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air sedikit dan
merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk mewarnai
serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob. Dalam pemakaiannya, zat warna dispersi memerlukan zat pembantu yang
berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikan zat warna secara
merata. Zat warna dispersi dapat mewarnai serat poliester dengan baik dengan
memakai metoda zat pengemban, dengan temperatur tekanan tinggi atau dengan cara
Thermosol.
Pendahuluan.
Serat polyester merupakan serat sintetis
yang banyak digunakan dalam industri khususnya industri tekstil kerena sifatnya
yang mudah, murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak. Kelebihan dan kekurangan dari serat polyester ini
akan dapat dioptimalkan dengan mencampurnya dengan serat – serat alam atau
serat sintetis lainnya, sehingga menambah nilai daya guna. Serat poliester
mempunyai sifat hidrofob sehingga untuk mencelupnya harus menggunakan zat warna
yang tepat.
Zat warna yang biasa digunakan adalah zat warna dispersi. Zat warna dispersi mula-mula
diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi sekarang dapat diperoleh dalam bentuk
bubuk. Efektifitas pemakaiannya harus menggunakan zat pembantu sehingga dari
segi ekonomisnya harus diperhitungkan.
Historial Poliester.
Poliester ditemukan oleh Wallace Carothers pada tahun 1930. Dan
dikembangkan oleh J.R. Whinfield dan J.T. Dickson dari Calico Printers
Association. Selanjutnya oleh ICI Inggris dikembangkan dengan nama dagang “Dacron”
yang kemudian diikuti oleh Eastman Kodak, Amerika dengan nama dagang “Kodel”.
Sejak saat itu serat poliester berkembang sangat pesat dan merupakan serat
sintetis yang paling banyak dibuat karena ternyata serat ini multi guna dan
paling cocok dibuat benang campuran dengan segala jenis serat alam terutama
wool dan kapas.
Sebagai poliester sitentis, bahan utama yang sekarang digunakan umumnya
berasal dari polyethylene terephthalate (PET), yang di buat
dari asam terephthalic dan ethilene glycol (EG) atau glicol
yang di kopolimerisasikan dengan jenis monomer ester lain. Dacron dibuat dari
asamnya sedangkan Terylene dibuat dari dimetil ester asam tereftalat dengan
etilena glikol.
Penggunaan dimetil ester asam tereftalat kemungkinan karena pemurniannya
lebih mudah dibanding pemurnian asam tereftalat. Seperti dengan Nylon,
poliester juga dipintal leleh. Kebutuhan – kebutuhannya sama seperti untuk
Nylon, kecuali peralatannya harus mempunyai ketahanan yang lebih tinggi
terhadap panas, karena titik lelehnya lebih tinggi dan perencanaan pengatur
udara dalam ruang pemintalan agak berbeda untuk after stretching,
poliester harus dipanaskan sampai kurang lebih 90oC.
Definisi Poliester.
Poliester merupakan suatu polimer (sebuah rantai dari unit yang
berulang-ulang) dimana masing-masing unit dihubungkan oleh sebuah
sambungan ester. Seperti
tampak pada gambar dibawah ini :
Nama lazim dari polyester adalah poli(etilen tereftalat). Nama
sehari-harinya tergantung pada apakah digunakan sebagai serat atau sebagai
material untuk membuat produk seperti botol untuk minuman ringan. Jika
digunakan sebagai serat untuk membuat kain, biasanya sering hanya disebut poliester.
Terkadang juga dikenal dengan nama perdagangannya seperti Terilen atau
Dacron. Jika digunakan untuk membuat botol, misalnya, biasanya disebut
PET.
Pembuatan PET
Pada pembuatan PET, reaksi terjadi dalam dua tahap utama, yaitu: tahap
pra-polimerisasi dan polimerisasi sesungguhnya. Pada tahap pertama, sebelum
polimerisasi terjadi, terbentuk sebuah ester yang cukup sederhana dari asam dan
dua molekul etana-1,2-diol sesuai gambar dibawah ini ;
Reaksi pembuatan EG dan DMT dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :
Reaksi pembuatan EG
Reaksi pembuatan DMT
Reaksi ini dapat di mulai pada 1500C,
tetapi dalam banyak hal di lakukan pada 2000C atau lebih untuk
meningkatkan laju reaksi. Jadi selama reaksi berlangsung metanol menguap dan
juga EG. Jika reaksi tersebut di lakukan dalam sebuah autoklaf, gas yang di
hasilkan di dinginkan dan akan mengembunkan EG. Yang kemudian di kembalikan ke
autoklaf. Gas yang tertinggal, yang terdiri dari metanol, di dinginkan lebih
lanjut supaya mengembun dan di pulihkan kemudian dipindahkan ke bejana
polikondensasi dan dipolikondensasikan selama 2700 – 2800 C.
Melalui reaksi kondensasi EG harus
diisolir. Untuk melanjutkan reaksi, uap EG harus dihilangkan. Oleh karena itu
gas dalam bejana reaksi di buang hingga tekanan uap mencapai 0,5 -1 mmHg
mutlak.
Seperti pada nylon, polymer dikeluarkan
dari bejana reaksi oleh tekanan gas nitrogen, didinginkan supaya memadat, dan
dipotong-potong menjadi flake.
Pada tahun – tahun belakangan ini telah di
kembangkan teknik – teknik baru untuk memproduksi Pure Terephtalate Acid
(PTA). Oleh karena itu terdapat kecenderungan untuk memakai PTA daripada
DMT. Bila menggunakan PTA sebagai bahan mentah akan terdapat beberapa perbedaan
sifat – sifat terhadap DMT seperti ; PTA tidak meleleh dan hampir tidak larut dalam
glycol. Kecenderungan EG untuk membentuk eter adalah lebih hebat karena suhu
reaksi yang lebih tinggi, dan masuknya kedalam rantai polimer sebagai kopolimer
yang dapat menurunkan titik leleh dari polimer ini sehingga mengundang beberapa
modifikasi tertentu pada proses reaksi.
Mengenai kedua cara untuk DMT dan PTA,
telah diselidiki dan dikembangkan cara esterifikasi dan polikondensasi.
Ditinjau dari segi ekonomi dan cara kontinuitasnya, penggunaan PTA sebagi bahan
baku dianggap sebagai yang paling menguntungkan. Tapi masih terdapat kelemahan
dalam stabilitas dan fleksibilitas operasionil.
Pembuatan Poliester.
Bahan baku untuk pembuatan poliester yang
sekarang dipakai adalah PTA dan EG dengan rumus molekul sebagai berikut :
Etilena yang berasal dari penguraian
minyak tanah dioksidasi dengan udara, menjadi etilena oksida yang kemudian di
dehidrasi menjadi etilena glikol.
Asam tereftalat dibuat dari para-xilena
yang harus bebas dari isomer meta dan orto. Pemisahan dilakukan dengan
kristalisasi, p-xilena membeku pada suhu 250C. Oksida dengan asam
Nitrat pada suhu 2200C dan tekanan 30 atmosfer merubah p-xilena
menjadi asam tereftalat. Cara lain adalah dengan oksidasi p-xilena dengan udara
dan katalisator kobalt toluat pada suhu 200C, menjadi asam toluat
yang diesterkan menjadi metil toluat dan oksidasi selanjutnya terjadi monometil
tereftalat. Monometil tereftalat atau asam tereftalat diubah menjadi dimetil
tereftalat.
Asam tereftalat atau esternya dan etilena
glikol dipolimerisasikan dalam tempat hampa udara dan suhu tinggi. Polimer
disemprotkan dalam bentuk pita dan kemudian dipotong-potong menjadi
serpih-serpih dan dikeringkan.
Pada tahap
polimerisasi, ester sederhana ini dipanaskan pada suhu sekitar 260°C dan pada
tekanan rendah. Dalam hal ini diperlukan sebuah katalis misalnya
senyawa-senyawa antimoni seperti antimoni(III) oksida. Poliester yang terbentuk
dan setengah dari etana-1,2-diol dilakukan pembaharuan yang selanjutnya
dilepaskan dan disiklus ulang sesuai reaksi :
Bila dimethyl terephtalate (DMT)
dipergunakan sebagai bahan mentah, gabungan metanol harus di ubah menjadi EG.
Tahap ini disebut penggantian ester.
Pada polimerisasi kondensasi, jika monomer
- monomer bergabung bersama, ada sebuah molekul kecil yang hilang. Ini berbeda
dengan polimerisasi adisi yang menghasilkan polimer seperti poli(eten) - dimana
pada proses ini tidak ada yang hilang ketika monomer-monomer bergabung bersama.
Sebuah poliester dibuat dengan sebuah reaksi yang melibatkan sebuah asam dengan
dua gugus -COOH, dan sebuah alkohol dengan dua gugus -OH.
Pada poliester umum terdapat: asam
benzen-1,4-dikarboksilat (nama lama: asam tereftalat) dan alkohol yaitu
etana-1,2-diol (nama lama: etilen glikol).
Senyawa-senyawa ini secara bergantian terbentuk
ester dimana masing-masing gugus asam dan masing-masing gugus alkohol,
kehilangan satu molekul air setiap kali sebuah sambungan ester terbentuk. Hasilnya
sesuai dengan reaksi dibawah kimia ini :
Ester-ester
sederhana mudah dihidrolisis melalui reaksi dengan asam atau basa encer. Poliester
diserang dengan mudah oleh basa, tetapi jauh lebih lambat oleh asam encer.
Hidrolisis dengan air saja sangat lambat sehingga hampir tidak diperhitungkan.
(Poliester tidak akan terurai menjadi bagian-bagian kecil jika terkena air
hujan). Jika ditumpahkan basa encer pada sebuah kain yang terbuat dari
poliester, maka sambungan-sambungan esternya akan putus. Etana-1,2-diol
terbentuk bersama dengan garam asam karboksilat. Karena dihasilkan
molekul-molekul kecil dan bukan polimer asli, maka serat-serat kain tersebut
akan hancur, dan terbentuk sebuah lubang pada kain.
Sebagai contoh,
jika mereaksikan poliester dengan larutan natrium hidroksida, reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
Seperti dengan nylon, poliester juga
dipintal leleh. Kebutuhan – kebutuhannya sama seperti untuk nylon, kecuali
peralatannya harus mempunyai ketahanan yang lebih tinggi terhadap panas, karena
titik lelehnya lebih tinggi, dan perencanaan pengatur udara dalam ruang
pemintalan agak berbeda.
Untuk proses after–stretching, poliester
harus dipanaskan sampai kurang lebih 900C. Bagian penarik dari draw-twister
filamen mempunyai rol penyuapan dan rol – rol penarikan dua tingkat. Benang
yang belum di tarik diberi penarikan pendahuluan di antara rol – rol penyuap
dan rol penarik pertama, dan kemudian terjadi penarikan utama di rol pertama
dan kedua, sementara benangnya di panaskan mulai pada rol pertama, yang
permukaannya dipertahankan pada suhu 9000C.
Pada penarikan utama benangnya di lewatkan
di atas sebuah flat panas di mana suhu permukaannya dipertahankan pada suhu
tetap antara 1300 – 1500C. Tujuan penggunaan
plat panas tersebut adalah untuk mempermudah penarikan dan untuk menstabilkan
struktur dalam dari serat yang sudah di tarik, sistim kontrol pemanasan dan
suhu harus di rencanakan dengan sangat teliti agar suhu rol dan suhu plat panas
konstan.
Bagian – bagian utama dari mesin harus
kukuh dan dikerjakan dengan ketelitian tinggi untuk mempertahankan kecepatan
tarik dan konstan. Perhatian demikian harus diberikan untuk menjamin mutu
benang yang rata, mutu yang tidak rata di sebabkan pada tahap ini akan
mempengaruhi daya tarik terhadap zat warna, dan menyebabkan pencelupan yang
tidak rata atau noda – noda pada kain tenun atau rajut.
Menurut kebiasaan lapisan permukaan dari
gulungan benang diambil sebagai contoh untuk diteliti mutunya. Cara ini tidak
memuaskan karna tidak selalu ada hubungan antara bagian permukaan dan bagian
dalam yang menyangkut ketidak rataan atau cacat benang. Akhir – akhir ini telah
dikembangkan sejenis instrumen baru yang dapat dapat mengukur ketidak
teraraturan tiap benang yang sedang berjalan,dan mendeteksi perubahan –
perubahan sifat – sifat dielektrik.
Dengan mempergunakan alat ini seluruh
produk dapat diperiksa tanpa kekurangan benang sedikit pun. Ini memungkinkan
mesin penarikan bekerja terus sambil dilakukan pemeriksaan benang yang telah di
tarik terhadap kerataan.
Pada pembuatan serat staple penarikan di
lakukan dengan cara yang sama seperti pada nylon, ikatan serat dari pemintalan
di himpun menjadi besar dan dibawa ketahap after drawing. Pemanasan
dilakukan pada waktu penarikan utama oleh rol panas, plat panas atau larutan
panas.
Sifat –
sifat Poliester
- Sifat Fisika
- Kekuatan mulur
Terylene mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,5
gram/denier dan 25% sampai 75 gram/denier dan 7,5 bergantung pada jenisnya.
Sedangkan dacron mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,0 gram/denier dan 40%
sampai 6,9 gram/denier dan 11%. Kekuatan dan mulur dalam keadaan basahnya sama
dengan dalam keadaan keringnya.
- Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehinga
kain poliester tahan kusut. Jika benang poliester ditarik dan kemudian
dilepaskan pemulihan yang terjadi dalam 1 menit adalah sebagai berikut;
Penarikan 2 % ……………….. pulih 97 %
Penarikan 4 % ……………….. pulih 90 %
Penarikan 8 % ……………….. pulih 80 %
- Moisture regain
Dalam kondisi standar yaitu suhu 70oC
dengan RH 65%, moisture regain poliester hanya 0,4%. Sedangkan dalam kelembaban
relatif 100%, moisture regainya hanya 0,6 s/d 0,8 %.
- Modulus
Poliester mempunyai modulus awal yang tiggi. Pada
pembebanan 0,9 gram per denier poliester hanya mulur 1%, dan pada pembebabanan
1,75 gram per denier poliester hanya mulur 2%, sedangkan rayon asetat, dalam
keadaan tersebut sudah putus, modulus yang tinggi menyebabkan poliester pada
tegangan kecil didalam penggulungan tidak akan mulur.
- Sensitifitas
Pada suhu 230 – 240oC dapat melunak dan
pada suhu 255 – 260oC akan meleleh. Poliester meskipun dapat
dibakar, tetapi karena diikuti oleh pelelehan yang kemudian akan terlepas
jatuh, maka nyala api tidak akan menjalar, tetapi bila dicampur dengan serat
lain yang membantu pembakaran kain tersebut akan terbakar. Poliester tahan
terhadap serangga, jamur, bakteri, cuaca dan sinar matahari. Poliester
merupakan isolator yang baik, sedang proses bahan poliester dapat menimbulkan
elektrostatis.
Berat
jenis
Berat jenis poliester 1,38
g/cm3.
Morfologi
Serat poliester berbentuk silinder dengan
penampang lintang bulat. Seperti yang nampak dibawah ini :
|
|
Serat poliester mempunyai koefisien
elastisitas yang tinggi dan stabil dimensinya baik, sehingga apa yang dinamakan
serat lenting cocok untuk bahan busana. Stabilatas terhadap panas baik sekali
dan stabilitas dimensi yang baik menjadikan bahan industri yang baik dipakai.
Dalam bidang tekstil, terutama benang yang dipintal secara mekanis mula-mula
yang diapaki, tapi seetelah pengembangan teknik pengeritingan.
Dari semua jenis serat yang dikenal polyester
mempunyai daya penyimpan air yang rendah (5%). Kapasitas daya serap air dengan
batas kelembaban yang masih terasa (2%).
- Sifat – sifat kimia
- Sensitifitas
Serat poliester tahan asam lemah sampai
suhu mendidih. Tahan asam kuat dan dingin. Tahan basa lemah, tetapi kurang
tahan basa kuat. Tahan zat oksidator, alkohol, keton, sabun dan zat-zat untuk
pencucian kimia.
Poliester meleleh diudara pada suhu 250oC
dan tidak menguning pada suhu tinggi. Seperti serat tekstil lainnya, poliester
juga berkurang kekuatannya terhadap penyinaran yang lama tetapi tahan sinarnya
masih cukup baik dibanding dengan serat lain. Di balik kaca tahan sinar
poliester lebih baik dari kebanyakan serat.
Sifat serat poliester adalah
thermoplastis, dimana kekuatannya berbanding terbalik dengan suhu, sedang
perpanjangan sampai putusnya berbanding lurus dengan kenaikan suhunya.
Penggelembungan
Serat poliester menggelembung dalam larutan
2% asam benzoat, asam salisilat, fenol dan meta kresol dalam air, dispersi 0,5%
mono-khloro benzoat, para-dikhloro benzena, tetrahidro naftalena, metil benzoat
dan metil salisilat, dalam air, dispersi 0,3% ortofenildan parafenil dalam air
- Kelarutan
Larut dalam meta kresol panas, asam
trifluorom asetat, orto khlorofenol, campuran dari 7 bagian berat
trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2 bagian tetra khloroetana dan
3 bagian fenol. Pengaruh asam dan alkali terhadap kekuatan poliester dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Pereaksi
|
Suhu
|
Konsentrasi
(%)
|
Waktu
|
Pengaruh
Pada kekuatan
|
HCL
|
Kamar
|
18
|
3 minggu
|
Tidak nyata
|
HCL
|
75
|
18
|
4,5 hari
|
Nyata
|
HCL
|
Didih
|
10
|
3 hari
|
Rusak
|
HNO3
|
Kamar
|
40
|
3 minggu
|
Sedang
|
H2SO4
|
Kamar
|
37
|
6 minggu
|
Tidak nyata
|
H2SO4
|
Kamar
|
50
|
3 minggu
|
Sedang
|
H2SO4
|
750C
|
37
|
2 minggu
|
Nyata
|
NaOH
|
Kamar
|
10
|
3 hari
|
Sedang
|
NaOCl
|
700C
|
2,5
|
4 jam
|
Tidak ada
|
Catatan :
Tidak
berarti berkurangnya kekuatan kurang dari 5%
Sedang
berarti berkurangnya kekuatan 6 – 30 %
Nyata
berarti nerkurangnya kekuatan 31 – 70 %
Rusak
berarti berkurangnya kekuatan lebih dari 70 %
- Mengkeret
Benang Terylene apabila dalam air mendidih
akan mengkeret sampai 7% atau lebih. Dacron dalam perendaman selama 70 menit
akan mengkeret 10 – 14%. Beberapa zat organik seperti aseton, khloroform dan
trikhlor etilena juga akan menyebabkan barang atau kain mengkeret pada titik
didih. Tetapi apabila kain sebelumnya telah di “heat set” atau pemantapan
panas, didalam air mendidih ataupun pelarut-pelarut untuk pencucian kering pada
titik didih tidak akan mengkeret. Heat set akan menstabilkan dimensi kain
poliester.
Heat set ini dilakukan dengan cara mengerjakan
kain dalam dimensi yang telah diatur (biasanya dalam bentuk lebar0 pada suhu
30-40oC lebih tinggi dari suhu penggunaan kain sehari-hari, untuk
pakaian biasanya pada suhu 220-230oC.
- Sifat – sifat biologi
Serat poliester tahan terhadap serangga,
jamur dan bakteri.
Penggunaan poliester
Pada umumnya serat poliester dapat
ditemukan pada barang – barang seperti dibawah ini :
Bahan
kaus kaki
Bahan
label pakaian
Bahan
ikat pinggang
Kain
rajut bundar warna-warni
Kain
tenun sarung dan kain tenun berwarna
Kain
tenun jaguard bahan gordyn
Kain
tenun tebal untuk bahan kursi/jok.
Poliester juga dapat digunakan untuk kain tirai,
karena ketahannya terhadap sinar dibalik kaca baik. Selain itu digunakan pula
sebagai bahan pipa pemadam kebakaran, tali-temali, jala, kain layar.
Serat poliester yang tahan asam, membuat poliester
baik untuk digunakan sebagai pelindung dalam pabrik yang banyak menggunakan
asam.
Syarat mutu serat stapel poliester.
Menurut SNI. 08. 0618. 1989 bahwa serat
stapel poliester harus sesuai dengan standar. Mengenai spesifikasinya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Historial Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi pertama dibuat pada
tahun 1923 oleh Baddley dan Shepherdson dari British Dyestuffe sebagai zat
warna Dispersol. Dan Ellis dari British Cabanase menemukan zat warna S.R.A
(Sulpho Ricinolei Acid).
Zat warna ini mulai ditemukan untuk
mencelup serat selulosa asetat yang bersifat hidrofob dan mampu menyerap zat
organik yang tidak larut dalam air, dengan membuatnya dalam bentuk suspensi.
Penemuan zat dispersi ini menjadi sangat
penting dengan ditemukannya serat sintetik lainnya yang sifatnya lebih hidrofob
daripada serat selulosa asetat, seperti serat Poliamida, Poliester dan
Poliakrilat. Terutama untuk serat poliester yang kebanyakan hanya dapat dicelup
dengan zar warna dispersi.
Definisi Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah
zat warna organik yang dibuat secara sintesis, yang kelarutannya dalam air
sedikit dan merupakan larutan dispersi. Zat warna tersebut digunakan untuk
mewarnai serat-serat sintetis atau serat tekstil yang bersifat hidrofob.
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang
kecil dan tidak mengandung gugus pelarut. Dalam pemakaiannya diperlukan zat
pembantu yang berfungsi untuk mendispersikan zat warna dan mendistribusikannya
secara merata didalam larutan, yang disebut zat pendispersi.
Zat warna dispersi dapat mewarnai serat
poliester dengan baik jika memakai zat pengemban atau dengan temperatur tekanan
tinggi. Zat warna dispersi mula-mula diperdagangkan dalam bentuk pasta, tetapi
sekarang dapat diperoleh dalam bentuk bubuk.
Sifat-sifat umum zat warna dispersi
a) Tidak
larut dalam air, karena tidak mempunyai gugus pelarut didalam struktur molekul
b) Pada
umumnya zat warna dispersi berasal dari turunan azo, antrakwinon/nitro akril
amina dengan berat molekul rendah
c)
Mempunyai titik leleh yang cukup tinggi yaitu 1500C dengan ukuran
partikel antara 0,5-2 mikron
d) Bersifat non-ionik, walaupun mengandung
gugus-gugus – NH2 – NHR – OH
e) Selama
proses pencapan dengan zat dispersi tidak mengalami perubahan kimia
Sifat – sifat kimia zat warna dispersi
Berlainan dengan serat tekstil yang lain polyester
tidak mempunyai gugus ionik sehingga tidak dapat dicelup berdasarkan mekanisme
ionik (semi ionik). Serat ini hanya dapat dicelup dengan zat warna non ionik
(zat warna.dispersi) yang praktis tidak larut dalam air.
Cara melarutkannya dengan bantuan zat
lain. Zat warna dispersi di gunakan dalam bentuk dispersi yang halus dalam air
ukuran partikel dispersi 0,5 mikron di sebabkan oleh sifatnya yang hidrofobik
maka zat warna ini mempunyai daya afinitas yang tinggi terhadap serat polyester
yang juga bersifat hidrofobik.
Dalam proses pencelupan, partikel zat
warna masuk kedalam serat dalam keadaan terdispersi molekuler dan terikat dalam
serat. Zat warna dispersi dapat di buat dari beberapa struktur kimia yang
berbeda.
Struktur kimia yang umum di gunakan dalam
zat warna dispersi dan persentasi penggunaannya adalah sebagai berikut:
- Azo (NN) : 55%
- Diazo (NN-NN) : 10%
- Antrakwinon : 20%
- Lain – lain : 15%
Zat warna dispersi jenis azo adalah zat warna
jenis ini umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Daya
pewarnaan yang tinggi
b)
Pemakaian ekonomis
c) Sifat
kerataan celupan bervariasi, ada yang mudah rata ada juga yang sulit tetapi
secara umum lebih sulit dari jenis antrakwinon
d)
Termomigrasi relatif lebih baik dari pada antrakwinon
e) Daya
punutup ketidak rataan benang kurang lebih sebanding dengan antrakwinon.
Zat warna dispersi jenis diazo adalah zat
warna dispersi yang umumnya mempunyai sifat yang sama dengan jenis azo tetapi
mempunyai daya sublimasi yang tinggi. Zat warna ini banyak di gunakan untuk
warna-warna tua. Karena makin sulit mahalnya bahan baku antrakwinon maka dewasa
ini terdapat kecenderungan untuk sedapat mungkin menggantikan dengan zat warna
jenis azo. Berbagai macam cara dilakukan untuk membuat zat warna azo yang
menyerupai antrakwinon dalam hal kemurnian kecerahan warna dan sifat yang baik.
Zat antrakwinon adalah zat warna yang
umumnya mempunyai sifat – sifat sebagai berikut:
a) Warna
lebih cerah tetapi daya pewarna lebih rendah.
b) Relatif
lebih mahal.
c) Sifat
kecerahan dan migrasi relatif lebih baik dari azo.
d)
Termomigrasi lebih jelek, bila di bandingkan dengan azo.
e) Daya
penutupan ketidakrataan benang yang baik.
f) Daya
tahan reduksi / hidrolisa yang baik.
g) Daya
tahan sinar umumnya sangat tinggi
Struktur kimia zat warna dispersi
- Golongan azo
Struktur kimia zat warna
dispersi yang ditandai dengan jenis gugus azo : - N = N –
Contoh :
Mono
Dispersi Red 5
Diazo
Dispersi Yellow 23
- Golongan antrakinon
Struktur kimia zat warna dispersi yang
ditandai dengan jenis gugus karbonil : - C = O
Contoh :
Disperse yellow 13
- Golongan Difenilamina
Diperse yellow 1
Sifat – sifat fisika zat warna dispersi
Kelarutan
Meskipun Azobenzena, Antrakuinon dan
Defilamina dalam bentuk dispersi dapat mencelup kedalam hidrofop, dalam
perdagangan kebanyak zat warna dispersi mengandung gugus aromatik dan alifatik
yang mengikat gugus fungsional (-OH, -NH2-BHR, dsb.) dan bentuk sebagai gugus
pemberi (donor) Hidrogen. Gugus fungsional tersebut merupakan pengikat dipol
(dwikutub) dan juga membentik ikatan hidrogen dengan gugus karbonol atu gugus
asentil dari serat poliester, seperti pada reaksi dibawah ini:
Reaksi terbentuknya ikatan hidrogen dengan
serat poliester
Reaksi terbentuknya ikatan dwikutub dengan
serat poliester
Adanya gugus aromatik OH dan
alifatik AH2 dan gugus fungsional yang lain
menyebabkan zat warna sedikit larut dalam air.
Zat warna dispersi mempunyai daya
kelarutan air dingin yang sangat rendah akan tetapi dengan peningkatan
temperatur daya kelarutan dapat meningkat dengan cepat sampai beberapa ratus
gram/L. Yang sangat penting dalam proses pencelupan adalah daya kelarutan. Daya
kelarutan dipengarungi oleh :
a)
Kecepatan penyerapan zat warna
b) Banyak /
sedikitnya penyerapan
c) Migrasi
d) Penodaan
pada serat campuran.
Sensitifitas
Zat warna dispersi yang berupa partikel –
partikel kecil tidak mungkin berada pada keadaan terdispersi yang stabil tanpa
adanya zat pendispersi (Dispersing Agent) zat pendispersi ini
berfungsi sebagai pelindung di sekeliling zat warna sehingga adanya gaya
elektrostatis yang saling tolak menolak juga dapat membantu terjadinya
stabilitas. Kestabilan dispersi zat warna di pengaruhui oleh:
a) Jenis
zat pendispersi : umumnya yang digunakan adalah jenis an ionik yaitu lignin
sulfonat yang berasal dari alam tetapi ada pula yang berasal dari sintetik.
b) Kualitas
dari pigmen zat warna dan ketidakmurnian pigmen zat warna
c) Bentuk
kristal dari pigmen zat warna. Bentuk kristal tertentu mudah dibersihkan dan
ada yang relatip sulit .
d)
Distribusi partikel ukuran zat warna
Klasifikasi zat warna dispersi
Zat warna dispersi dapat di golongkan
menurut sifat sublimasinya secara umum di bagi menjadi 4 kelompok yaitu :
a) Golongan
satu (A)
Zat warna dispersi ini mempunyai sifat
sublimasi rendah tetapi mempunyai sifat celup yang baik. Karena molekulnya
kecil dengan sifat sublimasi yang rendah biasanya digunakan untuk pencelupan
serat rayon, serat poliamida, serat di/tri asetat, dapat juga di gunakan untuk
serat poliester yang di bantu dengan zat pengemban pada temperatur 1000C.
b) Golongan
Kedua (B)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat
molekul yang relatif kecil dengan sifat sublimasinya cukup. Memiliki sifat
celup yang baik sehingga sangat baik untuk pencelupan polyester dengan zat
pengemban pada temperatur tinggi. Pada proses thermosol hanya digunakan untuk
mewarnai warna – warna muda, dengan temperatur yang lebih rendah.
c) Golongan
Ketiga (C)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat
molekul sedang dengan sifat sublimasi yang baik. Sifat celup dan sublimasi yang
baik biasa di gunakan untuk pencelupan zat pengemban. Temperatur tinggi atau
proses termosol dengan hasil yang baik.
d) Golongan
Keempat (D)
Zat warna dispersi yang mempunyai berat
molekul besar dengan sifat sublimasi tinggi. Mempunyai sifat celup yang kurang
baik atau sifat sublimasinya yang paling tinggi tidak dapat di gunakan untuk
pencelupan dengan zat pengemban. Tetapi sangat cocok untuk pencelupan termosol/
temperatur tinggi berat molekul ukuran dan bentuk zat warna dispersi memegang
peranan penting, terhadap sifat pencelupan.
Klasifikasi zat warna dispersi terutama
berdasarkan sifat pencelupannya dengan metode pencelupan cara perendaman dan
ketahanannya terhadap panas. Secara umum dapat dikatakan ada korelasi yang kuat
antara persyaratan pencelupan cara perendaman dengan beberapa aspek fiksasi
dari pengerjaan thermosol pada pencelupan kontinyu. Klasifikasi zat warna
dispersol adalh sebagai berikut :
a.) Zat
Warna Kelas A
Zat warna dispersol yang mempunyai
ketahanan panas yang rendah. Tidak disarankan untuk mencelup poliester
selulosa.
b.) Zat
Warna Kelas B
Zat warna dispersol yang mempunyai
ketahanan panas yang cukup atau sedang. Termofiksasi disarankan pada suhu 200 –
210oC, pada suhu yang lebih tinggi ada resiko terjadi kontaminasi
mesin. Tidak sesuai diproses penyempurnaan pelipatan permanen. Suhu proses
penyempurnaan sebaiknya tidak melebihi 170oC kecuali celupan warna
muda.
c.) Zat
Warna Kelas C
Zat warna dispersol yang mempunyai
ketahanan panas yang baik. Termofiksasi disarankan pada suhu 200 – 215oC.
Sesuai untuk warna muda sampai sedang yang akan diproses penyempurnaan
pelipatan permanen. Suhu maksimum 185oC.
d.) Zat
Warna Kelas D
Zat warna dispersol yang mempunyai
ketahanan panas yang sangat baik. Termofiksasi disarankan pada suhu 215 – 220oC
untuk menghasilkan pembangkitan warna yang maksimum. Sangat disarankan untuk
semua proses penyempurnaan termasuk proses penyempurnaan pelipatan permanen (permanent
press finishing)
Identifikasi golongan zat warna dispersi
Identifikasi ini ditujukan untuk menentukan
golongan zat warna dispersi yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) 3-5 gram
kaprolaktam diletakan dalam tabung reaksi 50 ml diatas nyala api bunsen yang
kecil.
b) 100-300
mg contoh uji polyester di larutkan didalam masa kaprolaktam yang meleleh
sambil di aduk dengan pengaduk kaca. Kemudian tabung reaksi dijauhkan dari api
c) Ditambah
3 ml etanol untuk mencegah supaya kaprolaktam tidak menjadi padat.
d) Campuran
tersebut didinginkan dibawah suhu 350C, kemudian diencerkan dengan
15 ml eter dan disaring.
e) Apabila
lapisan eter terwarnai, maka dilakukan dua kali ekstraksi dengan 20-30 ml air
untuk memisahkan kaprolaktam, dengan menambahkan 2-3 gram natrium sulfat untuk
mencegah terjadinya emulsi.
f) Lapisan
eter dipisahkan kedalam tabung reaksi 35 ml dan ditambah 10 ml air bersama-sama
dengan beberapa tetes larutan zat pendispersi 10%, misalnya marasperse N.
g) Eter
diuapkan dengan jalan mendidihkan larutan diatas penangas air.
h)
Ditambahkan 100 mg kain asetat putih kedalam dispersi zat warna dalam air
tersebut, kemudian dibiarkan 10 menit diatas penangas air.
i)
Pewarnaan pada kain asetat dalam warna yang sama dengan warna asli contoh
polyester, menunjukkan adanya zat warna dispersi.
j) Jika
warna yang terjadi warna muda, maka menunjukkan adanya zat warna bejana atau
zat warna yang dibangkitkan.
k) Kain
asetat diambil, kemudian dispersi zat warna yang panas dicampur dengan 3 ml
natrium hidroksida IN dan beberapa miligram natrium hidrosulfit sambil
diaduk-aduk.
l) Apabila
warnanya hilang atau berubah dan warna asli tidak timbul lagi pada saat
dikocok-kocok dengan udara, maka dalam hal ini kain poliester diwarnai degan
zat warna yang dibagkitkan.
m) Zat
warna bejana akan teroksidasi kewarna semula pada waktu pengocokan dengan
udara. Apabila polyester telah dicelup dengan cara pencelupan larutan polimer (dope-dyed)
dengan zat warna pigmen atau dengan zat warna basa, maka ekstraksi lelehan
kaprolaktam dalam eter hampir-hampir tidak berwarna dan endapan polyester pada
saringan berwarna dengan jelas.
n) Contoh
uji polyester berwarna didihkan dalam asam asetat glasial selama satu menit dan
larutan tersebut diuapkan diatas penangas air atau penangas uap dan sisanya
dilarutkan dalam 5 ml air.
o) Sepotong
kain kapas yang telah dibeitsa dengan tanin atau sepotong kain polyakrilat,
dimasukan kedalam larutan ektraksi tersebut dan didihkan selama satu menit.
p) Adanya
zat warna basa akan mewarnai kain kapas yang dibeitsa tanin atau kain
polyakrilat tersebut.
q) Adanya
zat warna pigmen dapat ditentukan dari hasil ekstrasi dengan asam asetat
glasial yang tidak berwarna atau sisa penguapannya yang tidak larut dalam air.
Apabila penampang lintang dari serat yang dicelup dengan cara pencelupan
larutan polymer diperiksa dengan mikroskop akan menunjukkan adanya pigmen yang
tersebar merata.
Pencelupan serat poliester dengan zat
warna dispersi.
Mekanisme pencelupan
Pencelupan serat poliester dengan zat
warna dispersi merupakan peristiwa distribusi zat padat kedalam dua zat pelarut
yang tidak dapat dicampur. Dalam hal ini zat warna dispersi merupakan zat padat
yang larut dalam medium serat. Adsorpsi zat warna sering disebut “solid
solution”. Mekanisme pencelupannya adalah sebagai
berikut : zat warna dispersi berpindah dari keadaan agregat dalam larutan celup
masuk kedalam serat sebagai bentuk molekuler. Pigmen zat warna dispersi larut
dalam air dalam jumlah yang kecil sekali, tetapi bagian zat warna yang terlarut
terebut sangat mudah terserap oleh serat. Sedangkan bagian yang tidak larut
merupakan gudang atau timbunan zat warna yang sewaktu-waktu akan larut untuk
memperthankan kesetimbangan.
Untuk zat warna yang kurang sekali larut
waktu setengah celup dan waktu pencelupan rata – rata pada termperatur 850C
akan lebih besar. Kerja zat warna lebih tertarik pada fasa larutan sehingga
pencelupan mudah merata walaupun penyerapan kedalam serat berkurang. Serat
poliester mempunyai kristalisasi yang tinggi, bersifat hidrofob dan tidak
mengandung gugusan-gugusan yang aktif sehingga sukar sekali ditembus oleh
molekul. Molekul yang berukuran besar sukar ataupun tidak bereaksi dengan zat
warna anion atau kation.
Dalam praktek serat poliester pada umumnya
dicelup dengan zat warna dispersi, penyerapan zat warna dispersi pada
kesetimbangan adalah baik tetapi pada difusi kedalam serat sangat lambat.
Beberapa zat warna dispersi mempunyai kecepatan difusi yang cukup besar
sehingga memungkinkan celupan akan muda atau sedang dalam waktu pencelupan yang
tidak terlalu lama. Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi terbagi
dalam tiga cara (cara carrier atau pengemban, cara HT/HP atau tekanan
dan suhu tinggi, dan cara Thermosol).
Konsentrasi zat warna dalam larutan celup
tidak mempengaruhi tua mudanya warna yang dihasilkan karena hubungan tua
mudanya warna uang akan dihasilkan adalah tergantung banyaknya zat warna yang
dipakai terhadap berat bahan yang akan dicelup.
Semakin tinggi konsentrasi zat warna
didalam larutan celup, semakin besar kecenderungan zat warna beragregasi dan
menimbulkan penggumpalan yang akan mengakibatkan pencelupan menjadi tidak
sempurna.
Didalam pencelupan perlu ditambahkan lagi
zat pendispersi antara 0.2 – 2 g/L larutan celup tergantung pada vlot atau liquor
ratio, kekuatan zat pendispersi akan membentuk lapisan film (protektive
film colloid) pada partikel zat warna sehingga dapat mudah masik kedalam serat
secara teratur. Reaksi antara zat warna dispersi dengan serat poliester dapat
dilihat di bawah ini :
Fungsi Zat-Zat Pembantu
Faktor lain yang tidak dapat diabaikan perannya
dalam pencelupan adalah zat pembantu. Sebab zat bantu inilah yang akan menutupi
kekurangan atau sifat-sifat yang kurang menguntungkan dalam suatu pencelupan.
Adapun zat-zat bantu yang umumnya
digunakan adalah sebagai berikut :
Zat
pengemban (Carrier)
Zat ini adalah istilah umum yang dipakai untuk
sejenis zat organik yang membantu proses pencelupan. Carrier sanggup
menembus dan membuka struktur serat yang akan dicelup, sehingga mempercepat
difusi zat warna kedalam serat, dengan demikian carrier menaikkan
jumlah zat warna yang terserap.
Fungsi zat pengemban didalam larutan yang
utama adalah :
a)
Melunakkan serat.
b)
Mempercepat proses masuknya zat warna kedalam serat.
c) Sebagai
pengemban zat warna kedalam serat.
Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:
Kecepatan zat warna difusi kedalam serat
dengan menggunakan zat pengemban lebih besar bila dibandingkan dengan
pencelupan tanpa pengemban, meskipun besarnya zat warna lebih kecil dari pada
gabungan zat warna dengan zat pengemban.
Dengan adanya zat pengemban
ini menyebabkan serat poliester menggelembung, sehingga pori-pori serat menjadi
besar. Selain itu zat pengemban mempunyai afinitas terhadap zat warna, zat
warna turut dibawa masuk kedalam serat oleh pengemban. Zat pengemban ini tidak
berikatan dengan serat, pada proses pencucian reduksi, zat pengemban akan
keluar lagi dari pori-pori serat dan akan menutup, sehingga zat warna
tertinggal didalam serat.
Perlu diperhatikan bahwa zat pengemban
yang dipakai harus memenuhi syarat-syarat tertentu diantaranya adalah efisien,
mudah dihilangkan, tidak mempengaruhi warna, mudah dilarutkan atau
didispersikan dalam air. Karena beberapa zat pengemban dapat menyebabkan adanya
noda dan bila membersihkannya kurang sempurna maka dapat menurunkan kekuatan
dan tahan sinarnya.
Zat
pendispersi
Zat pendispersi termasuk jenis surface aktive
agent yang terdiri dari senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
gugus-gugus ion dan non ion tersusun bergantian sepanjang rantai molekulnya.
Penambahan zat pendispersi kedalam larutan dapat
meningkatkan kelarutan zat warna sampai mencapai titik optimum, dimana diatas
kelarutan zat warna terlalu tinggi sehingga zat warna yang telah diserap mudah
terlepas kembali.
Natrium
Alginat
Pengentalan natrium alginat sangat praktis dan
relatif mudah dalam pemakainnya, serta mudah dilarutkan. Sehingga pasta
pengental mudah disiapkan. Lapisan pengental mudah dicuci setelah proses
pencapan atau pencelupan, walaupun pengerjaan fiksasi dengan suhu tinggi.
Persediaan larutan dapat disimpan selama 2-3 hari dan untuk melindunginya dari
serangan senyawa organik dapat ditambahkan formaldehida.
Asam
asetat (CH3COOH)
Digunakan sebagai pemberi suasana asam atau alkali
larutan celup. Pencelupan poliester dengan zat warna dispersi dapat berjalan
dengan baik apabila ditambahkan asam asetat 30% dengan pH ±5. pH larutan celup ini sangat berpengaruh
terhadap kestabilan zat warna dispersi.
Pengujian Hasil Celupan
Ketahanan
Luntur
Ketahanan luntur zat warna dispersi ini
dipengaruhi oleh :
a) Faktor
utama struktur kimia zat warna meskipun hubungan antara pengaruh struktur kimia
dan ketahanan lunturnya kurang jelas .
b) Faktor
sekunder – aplikasi zat warna. Faktor ini meliputi antara lain metode
pencelupan, temperatur fiksasi, waktu pencelupan, jenis bahan yang di celup dan
zat bantu yang di gunakan.
Cara
Uji Tahan Luntur
Beberapa ketahanan luntur sering di
permasalahkan dapat di sebutkan antara lain:
a)
Daya tahan sublimasi
Ukuran prilaku zat warna pada fase
transisi dari bentuk padat ke bentuk gas. Sublimasi dapat terjadi pada saat
fiksasi zat warna. Dalam pencelupan sistim termosol pada waktu pengerjaan panas
(Heat setting finishing) setelah pencelupan daya tahan sublimasi di
pengaruhi oleh ukuran molekul zat warna. Makin besar molekul zat warna makin
tinggi daya tahan sublimasinya (menguap masuk kedalam serat). Selain itu juga
tergantung dari pada ikatan zat warna dengan bahan.
b)
Daya tahan luntur terhadap pencucian
Daya tahan luntur zat warna dispersi
dipengaruhi oleh mobilitas molekul zat warna dan adanya gugus pelarut. Umumnya
zat warna dispersi menunjukan daya tahan luntur yang baik pada polyester dalam
penggunaan yang normal, akan tetapi apabila di inginkan daya tahan luntur
dengan menggunakan kain poliamid sebagai bahan penguji maka seleksi zat warna
perlu di lakukan.
c)
Daya tahan terhadap thermomigrasi
Daya tahan luntur dari celupan bahan polyester
sering menurun karena adanya gabungan pengaruh panas dan sisa zat aktif
permukaan yang terdapat pada serat. Zat aktif permukaan yang sering berpengaruh
antara lain:
zat
pembantu pencelupan non ionik
zat
pelemas
zat anti
statik
Fenomena termomigrasi ternyata
bukan hanya terjadi karena pengaruh panas tetapi juga karena adanya penyimpanan
yang lama dari bahan hasil celupan. Termomigrasi dapat menyebabkan penurunan:
a) Daya
tahan gosok
b) Daya
tahan luntur terhadap pencucian
c) Daya
tahan luntur terhadap air
d) Daya
tahan luntur terhadap keringat
e) Daya
tahan luntur terhadap sinar
f) Daya tahan luntur terhadap Dry clean.
Daftar
Pustaka