Serat Poliester merupakan serat buatan yang dibuat dengan mereaksikan asam tereftalat dengan etilena glikol dan proses pembuatannya dengan pemintalan leleh dimana reaksi dari asam tereftalat dengan etilena glikol akan dihasilkan chip serat yang padat berbentuk butiran selanjutnya akan dilelehkan dan dilakukan proses penarikan untuk menghasilkan serat tekstil.
Pada industri pemintalan polister yang modern, bahan baku pemintalan leleh tidak lagi berbahan baku chip poliester, melainkan dapat berasal dari monomer atau bahkan senyawa asam tereftalat dan etilena glikol langsung sebagai bahan baku monomer, sehingga proses produksi bisa berjalan lebih singkat dan efisien.
Pembuatan Serat Poliester
Bahan Baku Poliester
1. Etilena Glycol
a. Mono Etilena Glycol (M E G ) = HO – CH2-OH
b. Di Etilena Glycol (D E G ) = HO – (CH2)2-OH
2. Asam Tereftalat
a. Terephtalat Acid (TPA)
b. Purified Terephtalat Acid (PTA)
(Termasuk pada Asam Karboksilat)
Reaksi Pembuatan poliester
Reaksi pembuatan Poliester termasuk
Reaksi Esterifikasi
Reaksi Esterifikasi
Etilena Tereftalat berbentuk Ester
Pada proses pembuatan poliester,reaksi yang terjadi antara Etilena Glycol dan Purified Terephtalat Acid adalah rekasi pengesteran (Esterifikasi) yang menghasilkan etilena tereftalat (yang merupakan Ester) sebagai monomernya
Monomer yang terbentuk dari esterifikasi akan dilakukan proses polimerisasi untuk membentuk polimer, polimer yang dihasilkan adalah Polietilena Tereftalat (PET) atau lebih dikenal dengan Poliester.
Esterifikasi Berlangsung dalam :
Proses esterifikasi diawali dengan pemompaan
larutan homogen yang mengandung asam
tereftalat murni, etilena glikol, kobalt asetat, asam
fosfit, diantimontrioksida, dan titaniumoksida ke
dalam reaktor. Proses ini berlangsung selama
kurang lebih 45 menit pada reaktor bersuhu
proses 10-20OC. Dalam proses ini akan dihasilkan
produk sampingan berupa air yang dapat
menghambat kesetimbangan reaksi da
menghambat hasil, untuk itu air perlu dihilangkan
dari proses dengan dipompa agar dihasilkan berat
molekul monomer yang besar, selain itu juga
jumlah pereaksi (etilena glikol) yang ditambahkan
harus berlebih 10-20% karena etilena glikol akan
mengalami banyak kehilangan akibat destilasi
kontinyu selama tahap reaksi.
Proses ini berkahir ketika seluruh air sebagai
produk samping dapat di destilasi seluruhnya dan
produk reaksi berupa BHET (bishidroksi etlena
tereftalat) yang kemudian akan dipindahkan ke
dalam reaktor polikondensasi bersuhu 260OC
dengan cara didorong menggunakan tekanan gas
nitrogen 2,3 kg/cm3 melalui suatu filter untuk
menyaring kotoran. Selain air, hasil samping yang
harus dihindari adalah terbentuknya asetaldehida
yang terbentuk akibat terdegradasi suhu yang
tinggi, akibatnya akan berpengaruh pada sifat
akhir polimer poliester yang terbentuk.
2. Polikondensasi
Polikondensasi merupakan proses penggabungan
monomer-monomer membentuk suatu polimer.
Panjang rantai polimer yang terbentuk dari reaksi
ini dinyatakan dalam derajat polimerisasi yang
sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama reaksi
melalui putaran pengadukan yang dilakukan
secara bertahap. Dalam proses ini dapat juga
terjadi kerusakan rantai polimer yang sudah
terbentuk yang diakibatkan oleh adanya Oksigen,
yang berasal dari dalam maupun dari luar reaktor
walaupun jumlahnya sangat sedikit karena
terjadinya kerusakan rantai akan menjadi besar
sebab ini terjadi pada waktu proses reaksi
penggabungan monomer
Monomer yang terbentuk dari esterifikasi akan dilakukan proses polimerisasi untuk membentuk polimer, polimer yang dihasilkan adalah Polietilena Tereftalat (PET) atau lebih dikenal dengan Poliester.
Esterifikasi Berlangsung dalam :
- Kondisi mendekati vacuum
- Lingkungan Nitrogen (N2)
- Suhu 170 – 200 o C
1. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan tahap
pembentukanmonomer. Proses ini disebut
langsung karena gugus karboksil (-COOH-) dari
asam tereftalat dapat dengan mudah bereaksi
dengan etilena glikol, sehingga tidak memerlukan
katalis/pemercepat rekasi.
langsung karena gugus karboksil (-COOH-) dari
asam tereftalat dapat dengan mudah bereaksi
dengan etilena glikol, sehingga tidak memerlukan
katalis/pemercepat rekasi.
Proses esterifikasi diawali dengan pemompaan
larutan homogen yang mengandung asam
tereftalat murni, etilena glikol, kobalt asetat, asam
fosfit, diantimontrioksida, dan titaniumoksida ke
dalam reaktor. Proses ini berlangsung selama
kurang lebih 45 menit pada reaktor bersuhu
proses 10-20OC. Dalam proses ini akan dihasilkan
produk sampingan berupa air yang dapat
menghambat kesetimbangan reaksi da
menghambat hasil, untuk itu air perlu dihilangkan
dari proses dengan dipompa agar dihasilkan berat
molekul monomer yang besar, selain itu juga
jumlah pereaksi (etilena glikol) yang ditambahkan
harus berlebih 10-20% karena etilena glikol akan
mengalami banyak kehilangan akibat destilasi
kontinyu selama tahap reaksi.
Proses ini berkahir ketika seluruh air sebagai
produk samping dapat di destilasi seluruhnya dan
produk reaksi berupa BHET (bishidroksi etlena
tereftalat) yang kemudian akan dipindahkan ke
dalam reaktor polikondensasi bersuhu 260OC
dengan cara didorong menggunakan tekanan gas
nitrogen 2,3 kg/cm3 melalui suatu filter untuk
menyaring kotoran. Selain air, hasil samping yang
harus dihindari adalah terbentuknya asetaldehida
yang terbentuk akibat terdegradasi suhu yang
tinggi, akibatnya akan berpengaruh pada sifat
akhir polimer poliester yang terbentuk.
2. Polikondensasi
Polikondensasi merupakan proses penggabungan
monomer-monomer membentuk suatu polimer.
Panjang rantai polimer yang terbentuk dari reaksi
ini dinyatakan dalam derajat polimerisasi yang
sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama reaksi
melalui putaran pengadukan yang dilakukan
secara bertahap. Dalam proses ini dapat juga
terjadi kerusakan rantai polimer yang sudah
terbentuk yang diakibatkan oleh adanya Oksigen,
yang berasal dari dalam maupun dari luar reaktor
walaupun jumlahnya sangat sedikit karena
terjadinya kerusakan rantai akan menjadi besar
sebab ini terjadi pada waktu proses reaksi
penggabungan monomer
Sifat Poliester atau Polietilenatereftalat yang
terbentuk dari hasil reaksi polimerisasi
dipengaruhi oleh jumlah gugus penghubung pada
rantai. Misalkan, adanya senyawa dietilenaglikol
(DEG) pada rantai polimer akan meningkatkan
daya serap serat terhadap zat warna tetapi jika
terlalu banyak maka akan menurunkan kekuatan
tarik dan menurunkan ketahanan suhu dari serat.
Disamping DEG yang dapat mempengaruhi sifat
serat adalah adanya gugus ujung asam
(karboksil) yang terbentuk pada proses
polimerisasi, keberadaan gugus asam yang terlalu
banyak mengindikasikan bahwa proses reaksi
polimerisasi belum sempurna atau terjadi
kerusakan rantai polimer akibat fotooksidasi oleh
panas atau oksigen sehingga terjadi pemutusan
rantai polietilenatereftalat (PET) sehingga
kekuatan serat yang terbentuk menurun.
terbentuk dari hasil reaksi polimerisasi
dipengaruhi oleh jumlah gugus penghubung pada
rantai. Misalkan, adanya senyawa dietilenaglikol
(DEG) pada rantai polimer akan meningkatkan
daya serap serat terhadap zat warna tetapi jika
terlalu banyak maka akan menurunkan kekuatan
tarik dan menurunkan ketahanan suhu dari serat.
Disamping DEG yang dapat mempengaruhi sifat
serat adalah adanya gugus ujung asam
(karboksil) yang terbentuk pada proses
polimerisasi, keberadaan gugus asam yang terlalu
banyak mengindikasikan bahwa proses reaksi
polimerisasi belum sempurna atau terjadi
kerusakan rantai polimer akibat fotooksidasi oleh
panas atau oksigen sehingga terjadi pemutusan
rantai polietilenatereftalat (PET) sehingga
kekuatan serat yang terbentuk menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar